Beranda | Artikel
UNTUKMU, WAHAI PARA PEMUDA!
Kamis, 11 Desember 2008

Saudara-saudaraku sekalian, semoga Allah menambahkan taufik-Nya kepada kita. Sesungguhnya kita hidup untuk sebuah tujuan yang mulia yaitu beribadah kepada Allah semata. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat : 56). Para rasul dan kitab-kitab suci diturunkan Allah untuk menggugah kesadaran kita guna melaksanakan tugas yang mulia ini dengan sebaik-baiknya.

Allah ta’ala berfirman (yangartinya), “Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang Rasul yang menyerukan sembahlah Allah dan jauhilah thaghut itu.” (QS. An-Nahl : 36). Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menuntunkan kepada kita untuk senantiasa memohon petunjuk kepada-Nya di dalam setiap raka’at shalat yang kita lakukan, agar ibadah yang kita lakukan senantiasa berjalan di atas ilmu yang nyata, bukan di atas hawa nafsu dan kebodohan. Tidak kurang pula, setiap tiba saatnya shalat para muadzin di berbagai penjuru dunia mengingatkan kita tentang keesaan diri-Nya dan kewajiban kita untuk selalu mengikuti ajaran Nabi-Nya. Inilah jalan kebahagiaan dan keberuntungan kita. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya sungguh akan meraih keberuntungan yang sangat besar.” (QS. Al-Ahzab : 71).

Begitu berharganya takwa

Saudara-saudaraku sekalian, para pemuda yang menginginkan kenikmatan teragung yaitu memandang wajah-Nya di surga kelak. Ketahuilah bahwa hidup kita di alam dunia adalah sementara. Kehidupan yang akan diakhiri dengan tercabutnya ruh dari jasad kita dan mengantarkan kita ke alam kubur yang dipenuhi tanda tanya; apakah kita tergolong hamba yang berbahagia ataukah orang yang celaka. Saudaraku, bekalilah dirimu dengan takwa, sebelum tiba saatnya penyesalan tiada lagi berguna dan harta tak lagi bisa dipakai untuk membeli apa-apa. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati melainkan dalam keadaan sebagai seorang muslim.” (QS. Ali Imran : 102). Oleh sebab itulah kemuliaan manusia di sisi Allah bukan diukur dengan banyaknya harta, eloknya rupa, atau banyaknya fans yang memuja akan tetapi kemuliaan di sisi-Nya adalah dengan kualitas ketakwaan yang bersemayam di dalam dada dan melahirkan amal salih oleh anggota badannya. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujurat : 13). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa kalian dan tidak pula memandang harta kalian, akan tetapi Allah memperhatikan hati dan amal kalian.” (HR. Muslim).

Saudaraku, ketakwaan ibarat harta. Bahkan dia jauh lebih berharga daripada harta. Setiap orang yang mencari kebahagiaan tanpa takwa tak ubahnya seperti orang yang ingin membeli barang berharga tanpa membawa sepeser uang pun di sakunya. Bagaimana tidak, takwa merupakan sebab untuk mendapatkan jalan keluar atas permasalahan yang dihadapi manusia dan pintu rezeki mereka. Allah ‘azza wa jalla berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah akan menjadikan baginya jalan keluar dan Allah akan memberikan rezeki kepadanya dari jalan yang tidak disangka-sangka.” (QS. Ath-Thalaq : 2-3). Takwa akan mendatangkan kemudahan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah maka Allah akan menjadikan kemudahan dalam urusannya.” (QS. Thalaq : 4). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Adapun orang yang memberikan hartanya (di jalan Allah) dan bertakwa serta membenarkan balasan yang terbaik (surga) maka Kami akan memudahkan baginya jalan menuju kemudahan (surga). Adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup (tidak membutuhkan pertolongan Allah) serta mendustakan (pahala) yang terbaik, maka Kami akan mudahkan baginya jalan menuju kesukaran (kesengsaraan).” (QS. Al-Lail : 5-10).

Oleh sebab itulah, wahai saudaraku, umur yang Allah berikan kepada kita merupakan nikmat yang kelak akan ditanya. Apakah kita gunakan masa muda untuk mengisi hati kita dengan merenungkan kebesaran ayat-ayat-Nya, siraman Sunnah rasul-Nya, nasehat para ulama pendahulu kita, ataukah justru sebaliknya; kita masukkan kotoran-kotoran dosa dan maksiat sampai-sampai menghitamkan dan mengeraskan hati kita? Apakah kita gunakan masa muda ini untuk membasahi lidah kita dengan ucapan yang baik, dzikir kepada-Nya, berdakwah di jalan-Nya, ataukah justru sebaliknya; kita justru membasahi lidah kita dengan ucapan yang keji, mengingat orang-orang fasik yang semakin menjauhkan kita dari Rabb kita, dan mengajak orang lain untuk bergabung dalam geromolan tentara syaitan yang durjana? Apakah kita gunakan masa muda ini untuk menggerakkan anggota badan kita dalam ketaatan kepada Rabb penguasa alam semesta ataukah justru kita salah gunakan dengan bermaksiat mengikuti langkah-langkah Iblis yang durhaka kepada Rabbnya. Padahal kita semua tahu, Allah ta’ala melarang kita untuk mengikuti jejak langkah mereka. Allah berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya dia memerintahkan kepada perbuatan keji dan mungkar.” (QS. An-Nuur : 21).

Bekali diri dengan ilmu

Thalq bin Habib rahimahullah mengatakan, “Takwa adalah kamu melakukan ketaatan kepada Allah di atas cahaya (ilmu) dari Allah dengan mengharapkan pahala dari Allah, dan kamu meninggalkan kemaksiatan kepada Allah di atas cahaya (ilmu) dari Allah karena takut akan hukuman Allah.” Bukhari rahimahullah membuat bab di dalam kitab Sahihnya bab Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Ketahuilah bahwa tiada sesembahan (yang benar) selain Allah dan mintalah ampunan atas dosa-dosamu.” (QS. Muhammad : 19). Bagaimana mungkin seorang bisa menjalankan ketakwaan kepada-Nya apabila tidak dibangun di atas ilmu? Mustahil… Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan dengan sabdanya -dan beliau tidaklah berbicara menuruti kemauan hawa nafsunya semata-, “Barangsiapa yang dikehendaki baik oleh Allah maka akan dipahamkan dalam urusan agama.” (HR. Bukhari).

Bagaimana mungkin seorang hamba bisa bertakwa tanpa ilmu Al-Qur’an dan As-Sunnah, padahal dengan ilmu itulah akan tumbuh rasa takut kepada-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya di antara hamba-hamba-Nya hanya para ulamalah yang benar-benar dapat merasakan rasa takut yang sesungguhnya kepada Allah.” (QS. Fathir : 29). Bagaimana mungkin seorang hamba bisa bertakwa kepada Allah tanpa menuntut ilmu agama, padahal Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Janganlah kamu mengikuti apa-apa yang kamu tidak memiliki ilmu tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati pasti akan diminta pertanggungjawabnya.” (QS. Al-Israa’ : 36). Bagaimana mungkin seorang hamba bisa selamat dari murka dan hukuman-Nya jika dia berpaling dan menyelisihi ajaran Nabi-Nya? Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hendaknya merasa takut orang-orang yang menyelisihi urusannya (rasul) bahwa mereka akan tertimpa fitnah/musibah atau siksa yang sangat pedih.” (QS. An-Nur : 63).

Ikutilah jejak pendahulumu yang salih
Saudara-saudaraku sekalian -para pemuda yang bersemangat untuk meraih kejayaan- sesungguhnya keberhasilan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat dalam meninggikan kalimat tauhid dan merendahkan kemusyrikan merupakan contoh terbaik yang dapat selalu kita jadikan rujukan dan pelajaran. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang terdahulu dan pertama-tama (masuk Islam) yaitu kaum Muhajirin dan Anshar beserta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik Allah telah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya, Allah mempersiapkan untuk mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang sangat besar.” (QS. At-Taubah : 100). Kebersihan hati mereka, kejujuran lisannya, dan kesungguhan pembelaan mereka terhadap syari’at Islam tentu tidak lagi mengundang tanda tanya. Sebuah kaum yang telah dipilih Allah untuk menemani perjuangan Nabi-Nya dan menyebarkan ajaran-ajarannya ke berbagai penjuru dunia. Ikutilah jejak langkah mereka niscaya Allah akan mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari sisi-Nya.

Mereka bertakwa kepada Allah bukan hanya dengan lisan tapi juga dengan keteguhan hati dan ketaatan anggota badannya. Mereka bertakwa kepada Allah di saat sendiri maupun di saat bersama manusia. Sebab mereka senantiasa mendengar firman Allah yang selalu dibacakan oleh Nabi mereka (yang artinya), “Sesungguhnya Allah senantiasa mengawasi gerak-gerik kalian.” (QS. An-Nisaa’ : 1). Ikutilah jalan mereka, sebab barangsiapa yang menyimpang dari jalan mereka, Allah telah mengancamnya dengan siksa Jahannam dan sesungguhnya Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menentang rasul setelah petunjuk jelas baginya dan dia mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman, maka Kami akan menelantarkan dirinya di dalam kesesatan yang dia pilih sendiri, dan Kami akan memasukkannya ke dalam neraka Jahannam, dan sungguh Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisaa’ : 115). Manakah yang akan anda ikuti wahai saudaraku, para tokoh kesesatan dan pembela kebatilan ataukah para sahabat Nabi yang telah mendapatkan jaminan surga sementara jasad-jasad mereka -ketika itu- masih bergentayangan di hadapan manusia? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah merekomendasikan mereka untuk diikuti oleh segenap umat manusia sepeninggalnya. Beliau bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah di jamanku, kemudian sesudahnya, dan kemudian sesudahnya lagi.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hanya ada satu jalan kebenaran
Saudaraku sekalian, di tengah-tengah kobaran fitnah dan lautan cobaan yang menimpa bani Adam semenjak mereka menapakkan kakinya di atas muka bumi ini ribuan tahun yang silam, manusia senantiasa berselisih dan bersengketa mengenai jalan hidup dan urusan mereka. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Mereka senantiasa berselisih, kecuali orang-orang yang dirahmati oleh Rabbmu…” (QS. Huud : 118-119).

Padahal, kebenaran tidak menghendaki kecuali satu jalur saja; yaitu yang bersumber dari Allah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Kebenaran adalah dari Rabbmu, maka jangan sekali-kali kamu termasuk orang yang ragu.” (QS. Al-Baqarah : 147). Satu jalur inilah yang akan mengantarkan umat manusia yang menitinya menuju ridha-Nya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya inilah jalanku yang lurus, maka ikutilah ia. Dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang lain itu, sebab hal itu akan mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya.” (QS. Al-An’am : 153).

Satu jalan itu adalah dengan mengembalikan segala urusan kepada Kitabullah dan Sunnah rasul-Nya serta meneladani para Sahabat radhiyallahu’anhum. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Kemudian apabila kalian berselisih tentang suatu perkara, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan rasul (As-Sunnah), itulah yang terbaik bagi kalian dan lebih bagus hasilnya…” (QS. An-Nisaa’ : 59). Allah ta’ala juga menyatakan (yang artinya), “Tidaklah pantas bagi orang yang beriman lelaki ataupun perempuan, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara lantas bagi mereka masih terdapat pilihan yang lainnya dalam menyelesaikan urusan mereka. Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan rasul-Nya sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang amat nyata.” (QS. Al-Ahzab : 36). Bahkan siapa saja yang tidak mau tunduk berhukum dengan hukum rasul dan ridha kepadanya, sungguh Allah telah meragukan keimanan mereka. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka demi Rabbmu, sekali-kali mereka tidak beriman sampai mereka mau menjadikan kamu sebagai hakim atas perkara yang mereka perselisihkan kemudian mereka juga tidak merasa sempit di dalam hatinya dan secara total menyerahkan urusannya.” (QS. An-Nisaa’ : 65).

Maka siapa saja yang menentang rasul, sesungguhnya secara tidak langsung dia telah membangkang kepada Rabb yang menguasai jagad raya dengan segenap isinya; aduhai betapa congkak dirinya!! Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menaati rasul, sesungguhnya dia telah taat kepada Allah.” (QS. An-Nisaa’ : 80). Sebaliknya, barangsiapa yang taat kepada rasul-Nya dengan hati yang terbuka maka Allah menjanjikan surga baginya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seluruh umatku akan menghuni surga, kecuali yang enggan.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang enggan masuk surga?”. Beliau menjawab, “Barangsiapa yang taat kepadaku akan masuk surga, namun barangsiapa yang durhaka kepadaku dialah orang yang enggan ke sana.” (HR. Bukhari).

Inilah kebenaran, yang akan ditemukan apabila dilandasi oleh niat yang tulus dan pemahaman yang benar. Kebenaran yang telah membuat hati para sahabat merasa cukup dengan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak merasa kurang. Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan, “Ikutlah kalian, jangan membuat perkara-perkara yang baru (dalam agama). Sebab kalian telah dicukupkan.” Bagaimana tidak, sedangkan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itulah bahtera yang akan menyelamatkan umat dari kehancuran dan perpecah belahan. Imam Malik rahimahullah mengatakan, “As-Sunnah adalah bahtera Nabi Nuh, barangsiapa yang menaikinya akan selamat. Dan barangsiapa yang tertinggal olehnya maka akan tenggelam.” Bahkan, jauh-jauh hari sebelumnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berpesan dalam sebuah nasihat yang telah membuat mata para sahabat berkaca-kaca dan menggetarkan hati mereka, “Barangsiapa yang masih hidup setelahku maka akan melihat banyak perselisihan, oleh sebab itu berpeganglah dengan Sunnahku dan Sunnah para khalifah yang diberi petunjuk dan bimbingan, gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham, dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang diada-adakan (dalam urusan agama) sebab setiap yang diada-adakan itu bid’ah dan setiap bid’ah sesat.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, hasan sahih).


Artikel asli: http://abumushlih.com/untukmu-wahai-para-pemuda.html/